Baru saja ada dua kabar menarik hadir hampir bersamaan, yaitu FujiFilm meluncurkan kamera mirrorless Fuji X-T10 dan Panasonic juga merilis Lumix DMC-G7. Dari segmentasinya, Fuji X-T10 dimaksudkan sebagai versi ‘ekonomis’ dari X-T1 yang populer, sedangkan Lumix G7 adalah penerus dari Lumix G6 (yang juga ditujukan sebagai versi ‘ekonomis’ dari Lumix GH4) yang berada diatas seri GF dan dibawah seri GX dan GH. Secara kebetulan, Fuji X-T10 dan Lumix G7 dijual di kisaran harga yang mirip (800-900 USD), spesifikasi dan fitur yang dimiliki juga banyak kesamaan.
Kedua kamera 16 MP ini misalnya sama-sama menjadi kamera mirrorless yang punya jendela bidik yang detail (2,36 juta dot), punya dua roda kendali setting, built-in flash dan hot shoe, serta banyak fungsi kustomisasi tombol. Deretan fitur itu kerap menjadi must-have features pada kamera untuk fotografer yang lebih serius, selain itu fitur must have untuk kamera 2015 seperti fitur Wifi juga ada pada kedua kamera. Dari bentuknya memang Fuji X-T10 masih mengadopsi desain retro klasik, sedang Lumix G7 membawa kesan modern futuristik, dan ukuran keduanya juga kurang lebih sama.
Dalam banyak hal Fuji X-T10 memang masih banyak kemiripan dengan Fuji X-T1, misalnya dibuat dengan desain bodi berbahan magnesium alloy (namun tidak weathersealed) dan ada roda pengaturan shutter speed di bagian atas bodi. Bedanya kini X-T10 justru menyediakan pop-up flash, walau sebagai komprominya ukuran jendela bidik jadi mengecil.
Hal-hal yang menarik dari Fuji X-T10 adalah tentu saja kekuatan sensornya (X trans APS-C), desain retro klasik yang mengingatkan pada kamera Fujica jaman dulu, sistem auto fokus deteksi fasa yang kinerjanya sudah setara dengan update firmware terkini Fuji X-T1 (seperti ada zone AF dan eye detect AF) dan ada digital split image untuk manual focus. Soal kinerja masih tetap impresif dengan lag sangat singkat, ISO 25600, 8 fps, shutter speed hingga 1/32000 elektronik, dan tentunya berbagai Film Simulation yang disukai banyak fans Fuji.
Lumix G7 di sisi lain memang tidak memberi kejutan pada sensor yang dipakai, kabarnya sensor di G7 adalah sama dengan yang dipakai di GF7 yaitu Live MOS 16 MP dengan crop factor 2x. Sensor Micro 4/3 mungkin terkesan kalah dalam hal ukuran, namun Panasonic mengklaim teknologi Venus Engine terbarunya mampu memaksimalkan performa sensor ini sehingga bisa dipaksa hingga ISO 25600, bisa rekam dan ambil foto resolusi 4K (foto 4K itu setara 8 MP dan sekali jepret akan diambil 30 frame).
Lumix G7 mengabil konsep desain bodi modern futuris, juga mengadopsi teknologi auto fokus deteksi kontras DFD milik GH4. Sistem layar LCD putar yang bisa disentuh tentu lebih memudahkan penggunanya. Jendela bidik OLED 0,7x juga sudah termasuk mewah untuk ukuran kamera seharga 8 jutaan ini.
Opini saya (Erwin Mulyadi) :
Fuji X-T10 akan meneruskan sukses X-T1 sebagai kamera berkualitas, kinerja tinggi dan bisa dipakai dari penghobi pemula sampai mahir. Selisih harga yang cukup jauh ditebus dengan hilangnya bodi tahan cuaca (weathersealed body), jendela bidik mengecil dan tidak lagi dibuat di Jepang, bagi saya tidak masalah karena esensinya kamera X-T10 masih tetap sama dengan X-T1. Kamera ini akan berhadapan langsung dengan sesama mirrorless APS-C setara (misal Sony A6000 atau penerusnya, Samsung NX30) atau DSLR dengan harga setara (Nikon D5500, Canon 760D) dan hadirnya X-T10 ini bisa jadi akan membuat kamera Fuji X-M1 jadi kurang diminati karena harga terpaut sedikit tapi X-M1 tidak ada jendela bidik dan autofokus yang lebih canggih.
Sistem kamera Fuji tentu tidak lepas dari koleksi lensanya, faktanya memang lensa-lensa Fuji XF punya kualitas tinggi namun juga dijual dengan bandrol harga yang tidak murah. Sehingga mereka yang akan membeli Fuji X-T10 karena semata-mata ingin kamera yang lebih murah dari X-T1 sebaiknya perlu berpikir juga tentang investasi lensanya ke depan. Fuji X-T10 lebih cocok ditujukan bagi mereka yang ingin bodi lebih kecil dan lebih ringan dari X-T1 atau sudah punya kamera Fuji kelas atas (X-Pro, X-E atau X-T1) dan mencari kamera kedua untuk pendamping atau cadangan.
Di lain pihak Lumix G7 merupakan regenerasi rutin dan memperbaiki beberapa hal dari Lumix G6 dan Panasonic boleh untuk mengambil hal-hal baik dari GH4 (kamera kelas atas mereka) seperti fitur DFD untuk auto fokus yang cepat, dan kemampuan prosesor quad core untuk menangani data 4K yang sangat tinggi (dan kartu memori kecepatan ekstra tinggi). Panasonic (dan Olympus) memang belum membuat terobosan dalam hal sensornya karena memang batas 16 MP sudah push to the limit bagi sensor ukuran Four Thirds.
Maka itu kamera G7 ini walau secara hasil foto sedikit kalah dibanding kamera lain dengan sensor yang lebih besar (APS-C apalagi full frame), namun tetap menarik untuk dipertimbangkan karena value vs feature yang seimbang. Sensor yang ukurannya lebih kecil bisa disikapi positif juga, misal ukuran lensa yang ada jadi lebih kecil cukup signifikan, cocok bagi yang suka peralatan ringkas dan tidak berat. Lagipula lensa sistem Micro Four Thirds didukung oleh Panasonic dan Olympus juga, lebih banyak pilihan dan harganya umumnya tidak terlalu mahal. Dengan sistem Micro 4/3 ini membuka peluang kita untuk bisa punya lensa berkualitas dengan harga lebih terjangkau dan ukuran lebih kecil, sesuatu yang mungkin di sistem APS-C terasa hampir mustahil.
Opini Enche Tjin
Entah kebetulan atau disengaja, pengumuman kedua kamera berada di hari yang sama dengan harga yang tidak jauh berbeda. Fujifilm XT10 tidak menawarkan perkembangan signifikan (selain firmware autofokus barunya), sedangkan Panasonic G7 juga sama, fitur-fiturnya banyak yang diwariskan dari abangnya, Panasonic GH4. Dijual dibawah $1000 (Rp 10 juta), keduanya berusaha menarik minat penggemar fotografi yang merasa kamera Fuji XT-1 dan Panasonic GH4 terlalu mahal.
Yang saya cermati juga, desain kedua kamera kini beralih ke model DSLR (ada punuk ditengah kamera untuk jendela bidik). padahal awalnya bergaya rangefinder yang bentuknya kotak dan jendela bidik jika ada berada disisi kiri seperti Fuji seri XPRO dan XE. Desain ala DSLR ini mungkin ditujukan untuk pengguna kamera DSLR untuk merasa nyaman dan tertarik pindah ke kamera mirrorless yang lebih ringan dan kecil dimensinya.
Untuk fotografer yang hanya berkonsentrasi di fotografi dan memprioritaskan kualitas foto, Fujifilm XT10 saya pikir lebih cocok, karena diatas kertas, sensor APS-C dan X-Trans lebih unggul dari sensor micro four thirds meskipun jumlah pixelnya sama (16MP). Kualitas lensa Fuji juga sudah teruji (tapi sebagian lensa zoom Fuji agak besar dan harganya tinggi).
Di ranah video, Panasonic G7 memberikan angin segar ke videografer independent yang terbatas budgetnya. G7 ini jauh lebih bagus dari Fuji X10 dengan pilihan merekam video resolusi 4K. Apalagi saat ini untuk bisa merekam video 4K tidak banyak pilihan dan rata-rata cukup mahal (Panasonic GH4, Sony A7S + Atomos Shogun, Samsung NX1 dan NX500).
Bagi casual action/wildlife photography, G7 juga menarik karena kita bisa merekam video 4K dan kemudian mengextract foto berkualitas tinggi dari video tersebut (satu frame foto 8 MP) sehingga kita bisa memilih momen yang paling pas, sekaligus mendapatkan rekaman videonya. Layar sentuh dan grip (pegangan) yang lebih dalam juga potensial membuat user experience lebih menyenangkan.